Senin, 10 Oktober 2011

Bercerita pada Galau

Di saat desir angin menyapaku di sore hari, Perlahan ku rasakan hembusannya membawaku terbang dan melayang. Di kala air hujan turun saat malam hari, seakan aku terhanyut dalam dentuman suara rintik air itu.

Yang seketika menghempaskanku kembali pada masalalu. Memaksa otak untuk mengulas kembali semua cerita kenangan yang pernahku alami, Baik kenangan manis maupun cerita kelamku.

Aku pun tak tahu apa jadinya jika angin dan hujan menyentuh tubuhku secara bersamaan, mungkin saat itu juga aku akan terjatuh dan tersungkur pada masa lalu hingga tak dapat lagi melihat masa depan.

Sedikit demi sedikit ia mulai menggerogoti Hati dan Pikiranku, semuanya terlihat begitu samar dan sulit digambarkan.

Tiba – tiba hatiku pun meronta ronta ingin kembali ke masalalu, namun pikiranku seolah menahannya dan mengurungnya di dalam. Semakin keras hati ini berteriak didalam batinku, semakin keras pula pikiranku menutupi semua keinginannya itu.

Tak bisaku gambarkan betapa dasyatnya kegalauan hati yang kurasakan, baik tentang kehidupan ataupun tentang cinta yang dulu kuabaikan keagungannya.

Mungkin diriku ini terlalu bodoh karna tak mampu memaknai hal tersebut, tapi nyatanya pun aku memang tak terbiasa untuk merasakan hal itu, sehingga tak bisa mengartikan itu semua.

Aku yang lemah ini hanya dapat menunggu tanpa berusaha untuk bisa mengartikan itu semua, lelah dan tak berdaya aku menghadapi ini dan aku pun tak kuasa menahan perih yang kurasakan saat itu.

Memang ini hanya sesaat saja ku rasakan, namun efeknya bagai racun King Cobra yang menjalar begitu cepat dan mulai merasuki sel sel darahku hingga dengan seketika saja racun tersebut menghancurkan sistem kerja otak kiriku.

Denting Tuts piano pun mengiringi kepergian sang Galau, sebuah nada halus namun rapuh yang mempunyai banyak arti mendalam yang tak mampu di artikan betapa indahnya lantunan tersebut melalui bibir ini, hanyalah hati yang mampu mengartikan nada nada indah tersebut.

Setelah galau itu pergi, muram di mimik wajahku perlahan mulai berganti. Terpancar sebuah senyuman bahagia nan ikhlas, aku pun mulai tersadar dan seketika saja aku mampu berucap dalam hati “ Itu semua hanyalah sebuah masalalu yang tak dapat terulang kembali “.

Dalam keramaian diriku masih merasa sendiri, dan saat kesendirianku menghantui tak pernah sedikitpun aku merasa sepi dan sunyi. Itulah yang kurasakan sekarang, apapun yang terjadi yang pasti waktu takkan pernah bisa terulang kembali maka maknailah hidup ini dengan lebih bijaksana agar tak ada lagi penyesalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar